MENYOAL PAKTA KEJUJURAN DAN KREDIBILITAS UJIAN NASIONAL

Posted: 11 Maret 2011 in Catatan Pendidikan
Tag:,

…. Pelaksanaan UN selama ini selalu diwarnai dengan berbagai kecurangan. Hal yang mencolok adalah munculnya istilah Tim Sukses. Tim sukses ini adalah tim siluman di tingkat sekolah yang bertugas untuk membantu siswa mengerjakan soal-soal UN tanpa terpantau pihak pengawas. Tujuannya selain membantu siswa, juga untuk mempertahankan pamor dan nama baik sekolah. Selama ini kegiatan ilegal ini bukannya tidak diketahui pemerintah, tapi pemerintah hanya tutup mata dan telinga saja….

Oleh: Irwan P. Ratu Bangsawan, M.Pd.

Mulai 22 Maret 2010 ini rangkaian pelaksanaan Ujian Nasional (UN) akan segera dimulai. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan UN selalu mengundang kontroversi. Terakhir, kontroversi tersebut menyangkut keputusan Mahkamah Agung (MA) melarang UN yang digelar Kemdiknas. Kasasi gugatan UN yang diajukan pemerintah ditolak MA. Seperti tertuang dalam situs MA.go.id, MA memutuskan menolak kasasi perkara itu dengan nomor register 2596 K/PDT/2008 itu diputus pada 14 September 2009.

Hasil putusan MA itu menguatkan putusan pengadilan tinggi dan pengadilan negeri yang meminta agar UN dilakukan dengan peningkatan kualitas guru serta sarana prasarana belajar. Atas dikabulkan gugatan itu, penggugat yang menamakan diri Tim Advokasi Korban UN (Tekun) dan Eduvation Forum mendesak pemerintah untuk mematuhi putusan MA.

Sikap pemerintah sendiri acuh tak acuh terhadap putusan kasasi tersebut. Pelaksanaan UN tetap dilaksanakan. Sikap pengabaian putusan hukum ini sesungguhnya sangat tidak elegan dilakukan sebab dapat menciptakan preseden buruk bagi penegakkan hukum di Indonesia. Mestinya pemerintah legowo untuk tidak melaksanakan UN tahun ini sampai dengan terpenuhinya peningkatan kualitas guru dan sarana prasarana belajar. Perlu juga dipahami bahwa putusan pengadilan tersebut harus dibaca bahwa pemerintah dianggap telah lalai dalam meningkatkan kualitas guru baik sarana maupun prasarana, hingga pemerintah diminta untuk memperhatikan terjadinya gangguan psikologis dan mental para siswa sebagai dampak dari penyelenggaran UN.

Pakta Kejujuran dan Kredibilitas UN

Pelaksanaan UN selama ini selalu diwarnai dengan berbagai kecurangan. Hal yang mencolok adalah munculnya istilah Tim Sukses. Tim sukses ini adalah tim siluman di tingkat sekolah yang bertugas untuk membantu siswa mengerjakan soal-soal UN tanpa terpantau pihak pengawas. Tujuannya selain membantu siswa, juga untuk mempertahankan pamor dan nama baik sekolah. Selama ini kegiatan ilegal ini bukannya tidak diketahui pemerintah, tapi pemerintah hanya tutup mata dan telinga saja.

Guna menjamin pelaksanaan ujian nasional (UN) 2010 berlangsung aman tanpa kasus kecurangan, Kemdiknas mengawalinya dengan mengadakan penandatanganan Pakta Kejujuran dan Kredibilitas dengan 33 kepala Dinas Pendidikan provinsi se-Indonesia. Pelanggar Pakta tersebut akan dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahannya.

Menurut Mendiknas M. Nuh, pakta tersebut nantinya akan dibawa ke provinsi untuk ditandatangani bersama dengan kepala dinas pendidikan tingkat kabupaten/kota, terus tingkat kecamatan hingga ke kepala sekolah. Dengan demikian, masing-masing pihak diminta untuk menjaga pelaksanaan UN dengan integritas tinggi.

Pertanyaan yang mengemuka terkait dengan Pakta Kejujuran dan Kredibilitas ini adalah apakah pemerintah sudah benar-benar membuka mata dan telinga terhadap realitas pelaksanaan UN kita? Ataukah sekedar program pencitraan sebagaimana yang selama ini menjadi kebiasaan pemerintah kita?

Himbauan, dengan label “Pakta Kejujuran dan kredibilitas”, seperti di atas bukanlah yang sewajarnya. Menurut Jaringan Guru Online, sebagian besar kita menyaksikan sendiri bagaimana fakta sebenarnya terkait dengan sistem pendidikan di negeri ini. Banyak di antara kita yang mengelus dada. Perasaan tidak puas sudah terlontar di sana sini. Paling tidak, Kemalawati dalam sebuah artikel yang muncul di PakGuruOnline sempat mempertanyakan: “Jujurkah Pendidikan Kita?” Dalam artikelnya, dia memaparkan dua kondisi yang kontras, dan membuat para pendidik menjadi prihatin. Kondisi pertama menyebutkan adanya siswa secara akademik, menurut nilai sehari-hari dan kemampuan yang mampu ditunjukkannya di hadapan guru, bahkan menjadi juara dalam lomba karya ilmiah tingkat nasional ternyata tidak lulus dalam ujian nasional. Sementara itu, seorang siswa atau banyak siswa lain yang selalu membuat onar dan hampir tidak pernah belajar di sekolah dan di rumahnya terbukti lulus di ujian nasional. Bukan itu saja, banyak lagi siswa yang kemampuan sehari-harinya tidak bisa dibilang menggembirakan justru mendapati nilai-nilai ujiannya mendekati sempurna.

Sistem pendidikan nasional di negeri ini dijalankan oleh birokrat yang tidak terlalu cermat dengan fakta-fakta pendidikan di negerinya sendiri. Kita semua memang mengikuti berbagai macam perubahan di berbagai kebijakan termasuk kurikulum, misalnya. Tetapi, benarkah kurikulum yang sempat disodorkan di masyarakat pendidikan nasional berjalan dan berfungsi secara efektif? Belum sempat dibuktikan. Kalaupun belum efektif, mengapa disodorkan lagi bentuk kurikulum lain? Nampaknya, adagium ganti menteri, ganti juga kebijakan masih menjadi bagian dari kehidupan birokrasi pendidikan kita (***)

Tinggalkan komentar