Posts Tagged ‘Anas Urbaningrum’


KONGRES ke-2 Partai Demokrat pada 21-23 Mei 2010 yang lalu benar-benar dramatis. Kongres yang konon merupakan kongresnya Andi A. Malarangeng untuk menjadi Demokrat Satu telah memutarbalikkan berbagai berbagai perkiraan para analis dan pengamat politik. Hasil pemungutan suara ternyata membuat Andi harus menelan pil pahit, ia terjungkal dengan hanya mengantongi 82 suara, sementara Anas meraup 236 suara, Marzuki Alie menangguk 209 suara.

Mantan Ketua Umum PB HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Anas Urbaningrum telah berhasil menunjukkan kelasnya sebagai pemain politik kawakan, mengalahkan Andi dan Marzuki yang memang kalah jam terbang politiknya. Andi yang didukung Edhie Baskoro atau Ibas, yang merupakan putra Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, tak mampu membendung keinginan peserta kongres yang menghendaki Anas untuk menjadi ketua umum partai lima tahun ke depan. Padahal semua sumber daya telah dikeluarkan Andi, termasuk jor-joran dalam beriklan di televisi dan media masa lainnya. Namun, Andi mungkin lupa bahwa arena kongres jelas berbeda dengan arena Pemilu Kepada Daerah (Pemilukada). Dalam Pemilukada, para pemilihnya masih kabur dan pilihannya masih mengambang (swing votter), sedangkan pada kongres para pemilihnya sudah jelas. Jadi, langkah Anas yang terkesan adem ayem tetapi intensif mendekati para pemilik suara (grassroot) sudah tepat. Hal inilah yang ditegaskan tim sukses Anas, Adjie Massaid bahwa saat ini situasi politik sudah berubah meski tujuannya sama. Suara bukan lagi top down, tapi bottom up. Kemenangan Anas berdasarkan kekuatannya di grassroot. Sementara kekalahan Marzuki, diduga lebih karena faktor Andi yang mendukung Marzuki pada pemilihan putaran kedua. Marzuki dipandang tidak memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuannya sendiri ketika membawa Andi ke podium sesaat setelah Andi menyatakan dukungan kepadanya.

Masa Depan Partai Demokrat

Menurut Advokat Asmar Oemar Saleh kehadiran Partai Demokrat memang fenomenal. Berdiri pada tahun 2002, Demokrat berhasil meraup 7,6 persen suara pada Pemilu 2004 dalam usia yang belum genap dua tahun. Pada pemilu legislatif 8 April 2009, suara Demokrat meningkat hingga tiga kali lipat, 21 persen. Hal ini mengantarkan Yudhoyono terpilih untuk kedua kalinya dalam pemilihan presiden pada 8 Juli 2009. Dari semula partai kecil, Demokrat menjelma menjadi partai besar, mengalahkan rival seniornya, Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Sebagai partai besar, Demokrat tentu menjadi kendaraan politik efektif bagi para politikusnya untuk mencapai tujuan-tujuan politik. Kursi ketua umum adalah yang paling menjanjikan. Menjadi ketua umum partai ini pastinya akan melapangkan jalan bagi pencapaian-pencapaian politik ke depan, terutama kursi kepresidenan. Dalam tradisi politik Indonesia, di mana figur pemimpin sangat menentukan, wajar bila posisi ketua umum menjadi yang paling diperebutkan.

Pada sisi lain, kelangsungan hidup partai besar memang bersandar pada kepemimpinan dan manajemen yang baik. Artinya, dengan kondisi Partai Demokrat yang kini besar, makin besar pula tantangan dan tanggung jawab yang diemban oleh para pemimpinnya. Maka, menjadi ketua umum Partai Demokrat sesungguhnya bukanlah perkara mudah.

Pengalaman Anas sebagai mantan Ketua HMI dan pimpinan KAHMI jadi modal penting yang memperlihatkan luasnya jaringan sosialnya, khususnya dengan organisasi dan masyarakat Islam sebagai konstituen terbesar masyarakat Indonesia. Anas merupakan sosok inklusif yang bisa menerima perbedaan dan kemajemukan.

Anas memiliki kemampuan untuk menerjemahkan ide besar pendiri Partai Demokrat Yudhoyono, yang saat ini terpilih kembali sebagai Ketua Dewan Pembina. Saat mendirikan Partai Demokrat. Yudhoyono mendambakan lahimya partai tengah yang modern, maju, terbuka, dengan basis ideologi nasionalis religius.

Anas dipandang memiliki visi yang terlihat jelas yaitu mengusung agenda institusionalisasi partai. Menurut Anas, demi masa depan partai, peran sentral Yudhoyono sebagai figur penting dalam Partai Demokrat harus ditransformasikan menjadi pelembagaan partai yang kuat. Ia juga menekankan perlunya konsolidasi internal dan kaderisasi partai. Tak kalah pentingnya, Anas secara tegas berorientasi pada pembangunan budaya politik yang bersih, santun, dan akuntabel. Meski masih di atas kertas, semua visi tersebut memang sesuai dengan tantangan besar Partai Demokrat ke depan. Berbekal pada kiprah politik Anas selama ini serta budaya politik yang dikembangkannya, bolehlah kita berharap masa depan Partai Demokrat ini dengan kehadiran Anas Urbaningrum di pucuk pimpinan tertinggi Partai Demokrat (***)

IRWAN P. RATU BANGSAWAN

Peminat Kajian Politik dan Perilaku Aparatur Negara